Saturday, February 6, 2016

Videotron Yang Tak Asyik Ditonton

Jika anda sekali waktu melintas antara Langsa ke Kualasimpang, pada saat melewati pertigaan Kantor Bupati Aceh Tamiang, tepatnya diseberang warkop Corner, berdiri tegak sebuah layar monitor berwarna hitam, dibingkai material metal berwarna putih, dengan ukuran kurang lebih tiga kali empat meter. Ada satu lagi kembarannya yang terpacak di dekat lampu merah, tak jauh dari posisi bank Mandiri, setelah jembatan Kualasimpang.

Ternyata, kedua layar monitor tersebut bernama "videotron". Hasil pencarian di laman mbah gugel, ditemukan satu tautan yang menjelaskan videotron atau led display billboard adalah bentuk dari reklame digital dengan visual gambar bergerak, sehingga materi iklan dapat terlihat lebih menarik (www.videotronindonesia.com). 

Oo.. ternyata videotron itu menggantikan iklan di billboard atau papan reklame yang bersifat statis alias tak bergerak. Pada videotron, bisa ditampilkan visual gambar yang bergerak, sehingga lebih dinamis, atraktif dan selalu up to date. Harapannya, jika gambarnya menarik, maka yang melihatpun tidak cepat bosan, dan berfungsi juga sebagai sarana hiburan mata.

Hidup Segan Mati Tak Mau
Kurang lebih demikian perumpaan terhadap kondisi "si kembar videotron" yang kelahirannya didanai uang rakyat, yang tinggal ditambah dua juta empat ratus tiga puluh ribu perak lagi angkanya menjadi 1,2 milyar rupiah. Karena, sepanjang riwayat pemasangannya lebih banyak posisi off-nya ketimbang on-nya.

Kondisi yang sering padam inilah, yang oleh teman-teman di laman fb sering dijadikan bahan olok-olok. Ada seorang teman mentamsilkan, gelapnya layar monitor videotron "segelap" suasana sarang burung walet. Tak salah memang, saya juga mencatat beberapa kali yang muncul  pada layar videotron adalah gambaran malam yang gelap gulita. Beberapa teman juga sengaja memotret videotron yang gelap tersebut, dan diupload pada laman media sosial mereka.

Gelapnya layar monitor di videotron, tentu membuat penonton seperti saya dan beberapa warga kecewa. Berharap sambil menikmati segelas kopi pancung dan menyaksikan visual gratis, ternyata tidak demikian adanya. Apalagi jika tahu harga yang lumayan mahal, yakni hampir mendekati angka 600 juta per unit, membuat sejumlah syak wasangka muncul di kepala, hmmm ada apa dengan "si kembar videotron" ini?

Ataukah kesengajaan untuk menyetel lebih banyak padamnya dari pada hidupnya videotron ini, dalam rangka strategi "memperpanjang umur" videotron. Namanya saja barang elektronik, videotron juga ada "nyawa" pakainya. Diperkirakan satu unit videotron ini akan berumur 100.000 ribu jam atau 8 sampai dengan 10 tahun. Jadi kalau bisa dihemat jam tayangnya, maka umur videotron ini akan bertambah lama daya tahannya. 

Kemungkinan lainnya adalah dalam rangka penghematan biaya. Hasil penulusuran di dunia maya, 1 meter perseginya membutuhkan daya listrik sekitarnya 750 watt. Kalikan saja dengan luas screen videotronnya, makin luas screen-nya, maka makin besar pula daya listriknya. Makin besar daya listriknya, tentu makin besar  pulsa PLN yang mesti dibayarkan.

Jika boleh menerka-nerka, bisa jadi dua alasan di atas menjadi penyebab utama, sering padamnya "si kembar videotron" di Aceh Tamiang. Tetapi jika lebih banyak gelapnya daripada terangnya, cocok juga disebut "hidup segan mati tak mau". Saya meyakini, sejak dari perencanaan awal sudah dipikirkan tujuan pengadaaan videotron ini bukan untuk "memamerkan sisi gelapnya", saya yakin akan hal itu.

Kebetulan Yang Aneh
Pengadaan "si kembar videotron" ini terjadi di tahun 2015 lalu. Satuan kerja perangkat daerah yang empunya proyek adalah Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Aceh Tamiang. Dana pengadaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Tamiang tahun anggaran 2015. 

Pagu yang disediakan awalnya adalah Rp. 1,2 milyar. Setelah dilelang, pemenangnya adalah CV Artha Kharisma Perkasa, dan harga dua unit videotron plus pajak menjadi Rp. 1.197.570.000. CV Artha Kharisma Perkasa, adalah perusahaan swasta yang beralamat di Jl. T. Hamzah Bendahara No. 89, Kuta Alam, Banda Aceh. Sebagai direktur perusahaan adalah T.M. Ikhsan Saladin, ST.

Nah, inilah awal dari "kebetulan yang aneh" pada saat bertanya, siapa sebenarnya direktur CV Artha Kharisma Perkasa yang bernama T.M. Ikhsan Saladin, ST? Karena ditemukan beberapa fakta yang secara kebetulan adalah "aneh", dan semoga hanya "kesamaan" nama semata, dan beda fisiknya.

Informasi dari seorang teman di Banda Aceh, T.M. Ikhsan Saladin adalah alumni Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, angkatan 1999. Kelahiran  tanggal 12 April 1981. Kemudian, pada tahun 2013 lalu lulus menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilingkungan Kementerian Perhubungan. Ia diangkat dan ditugaskan pertama kali sebagai Petugas Kepelabuhan di Belawan, Sumatera Utara.

Aneh yang pertama adalah, apakah seorang PNS aktif dibenarkan untuk duduk sebagai direktur perusahaan? Lantas aneh yang kedua ialah, mengingat pekerjaan si direktur adalah sebagai PNS Kementerian Perhubungan, dan yang punya proyek adalah Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika, apakah ada "benang merah" kerjasama pertemanan sesama Korps Perhubungan? 

Aneh selanjutnya ialah, bila melihat kondisi fisik videotron yang tidak rapi dan kualitas visual yang "kurang nendang", apa ini barang hasil rakitan yang serampangan? Sekedar tips dan trik memilih dan membeli videotron, bisa diklik tautan berikut: http://www.videotronindonesia.com/2015/05/tipstrick-dan-rahasia-dalam-memilih.html#.VrXCWfBXerU.

Aneh seterusnya adalah, bila membandingkan antara harga dengan barang serupa yang beredar di pasaran, apakah pantas harga Rp. 1.197.570.000 untuk 2 unit videotron ini? Kebetulan dibeberapa laman perusahaan penyedia videotron, bisa dilihat spesifikasi dan harga videotron yang ditawarkan, yakni mulai dari Rp. 18 juta  hingga Rp. 29 juta permeter perseginya. Kalau harga Rp. 18 juta, maka untuk videotron ukuran 12 meter persegi hanya cukup membayar Rp. 216 juta saja. Jika yang dipilih harga Rp. 29 juta, maka harganya menjadi Rp. 348 juta. Tentu, makin mahal harganya, semakin bagus kualitasnya.

Semoga kebetulan yang aneh di atas, hanya kebetulan semata. Jadi teringat tulisan di film atau sinetron tv lokal. Bunyi tulisannya seperti ini "Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan cerita dan tokoh adalah kebetulan semata". Tetapi hubungan antara videotron dan fakta yang terjadi, menurut saya adalah suatu kebetulan yang aneh. Ada-ada saja.

No comments:

Post a Comment