Friday, June 15, 2018

Maaf Ya Nak

Maaf nak, malam ini tidak ada pawai takbir lewat depan rumah kita. Tahun ini berbeda dengan tahun kemarin. Tidak ada kabar mengapa.

Mungkin para pengurus negeri, taat perintah penguasa di Jakarta. Menurut mereka, takbir tidak perlu keliling. Cukup ditempat masing-masing.

Jadi, maaf ya nak. Malam ini tidak bisa menyaksikan mobil hias, lampu warna-warni dan "pengeras" suara takbir.

Mungkin anggaran takbir keliling terkuras untuk tunjangan hari raya para pengurus negeri. Mungkin anggarannya luput dari pantauan anggota legislatif.

Tapi, makin banyak kemungkinan dan dugaan, kita semakin larut kepada buruk sangka.

Maaf nak, kalau malam ini hanya riuh suara petasan yang terdengar. Mungkin mereka bosan. Malam takbiran tidak semeriah tahun lalu. Mungkin mereka sekedar mencari perhatian.

Sekali lagi maaf ya nak. Kita takbir dirumah dan mesjid kampung kita saja. Asma Allah bisa kita agungkan meski tidak berwujud pawai takbir. Jangan kecewa ya nak. Mungkin tahun depan bakal ada pawai takbir seperti yang sudah-sudah.

Malam Takbiran 1439 H.








Tuesday, May 15, 2018

Es Kepal, "Inovasi" Minimalis Hasil Maksimalis

Bagaimana menikmati es serut atau Milo coklat dingin dengan cara yang beda? Salah satunya, yang tengah ngetren saat ini adalah Es Kepal Milo.

Kudapan jaman now ini, tergolong sederhana. Sedikit sentuhan inovasi minimalis, es serut yang dibubuhi "saus coklat" plus taburan bubuk Milo ini, ready to serve dan dibandrol delapan ribu rupiah.

Bila ingin menambahkan topping, sah-sah aja. Pakai taburan kacang, choco chip, hingga keju cheddar parut, juga tak masalah. Tentu ada harga, ada rasa pula.

Siapapun "penemu" pertama es kepal ini, layak disebut "hebat". Lompatan penyajian es serut atau Milo dingin yang biasa-biasa aja, menjadi es kepal Milo, patut diacungkan dua jempol.

Paling tidak, es kepal Milo saat ini banyak dijajakan dan mudah ditemui hampir disemua sudut kota. Es kepal ini telah menginspirasi banyak orang untuk berusaha. Mendatangkan peluang rezeki bagi banyak umat. Bukan hanya pemilik produk Milo saja, kini es kepal coklat bubuk merek lain seperti  Ovaltine juga dijumpai. Mungkin nanti bakal tumbuh juga es kepal merek minuman coklat lainnya.

Pelajaran yang dipetik dari es kepal Milo ini adalah, dengan sedikit inovasi dari hal yang biasa-biasa aja menjadi suatu produk yang dikemas secara berbeda, akan mendatangkan peluang dan nilai yang berbeda.

Bagaimana, penasaran dengan es kepal Milo? Sebagai oleh-oleh ikut dipajang es kepal Milo yang berhasil dibeli hari ini. Es kepal oh es kepal...



Monday, April 16, 2018

Menanti Kepastian Hukum, Videotron Yang Tak Asyik Ditonton


Seorang pemikir hukum lawas asal negeri “Inglitir” alias Inggris, bernama Jeremy Bentham pernah mengatakan “The grand utility of the law is certainty”. Terjemahan bebasnya, kurang lebih seperti ini: “kegunaan terbesar dari hukum adalah kepastian”.

Lantas, apa kaitannya dengan judul “videotron yang tak asyik ditonton” pada bagian bawah judul di atas?. Secara teori hukum “kepastian hukum” Jeremy Bentham, lahir jauh di abad kedelapanbelas. Sedangkan kasus videotron Aceh Tamiang, muncul di era milineal. Jaman now serba android.

Keterhubungan secara langsung memang tidak. Tetapi, dari optik penegakan hukum, bisa dipastikan sangatlah relevan untuk didiskusikan. Masih ingat tulisan dengan tema videotron ini sekitar 2 tahun lalu. Ketika itu, kasus ini masih belum menyerempet ke ranah justicia alias penegakan hukum. Akan tetapi, setelah lebih kurang 2 tahun bergulir, mengapa kasus videotron Aceh Tamiang ini seakan tiada bertepian. Istilahnya mengapa tiada berkepastian?.

Kepastian dalam arti, bilamana tidak ada unsur melawan hukum didalamnya, dapat memberi kepastian kepada pihak-pihak yang diduga melawan hukum, menjadi seorang yang bersih dari anasir pidana. Atau jika terbukti melakukan upaya memperkaya diri sendiri atau orang lain, mbok ya segera diperiksa dan dibuktikan secara materiil dan formil. Seperti ungkapan Bentham diatas, hukum itu gunanya menciptakan kepastian.

Jika hukum ditegakkan, maka rakyat akan percaya kepada Pemerintah, khususnya aparat penegak hukum. Jika rakyat tidak percaya kepada hukum, bisa gawat. Karena rakyat akan “disorientasi” alias kehilangan arah. Gejalanya mulai tampak dengan banyaknya kasus eigenrechting atau main hakim sendiri. Ujungnya nanti rakyak akan melakukan pembangkangan (disobedience). Jika terus demikian, maka perpecahan (disintegrasi) bangsa ini bakal terjadi.

Melawan Lupa
Pengadaan "si kembar videotron" ini terjadi di tahun 2015 lalu. Satuan kerja perangkat daerah yang empunya proyek adalah Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Aceh Tamiang. Dana pengadaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Tamiang tahun anggaran 2015.


Pagu yang disediakan awalnya adalah Rp. 1,2 milyar. Setelah dilelang, pemenangnya adalah CV Artha Kharisma Perkasa, dan harga dua unit videotron plus pajak menjadi Rp. 1.197.570.000. CV Artha Kharisma Perkasa, adalah perusahaan swasta yang beralamat di Jl. T. Hamzah Bendahara No. 89, Kuta Alam, Banda Aceh. Sebagai direktur perusahaan adalah T.M. Ikhsan Saladin, ST.

Aparat penegak hukum seingat penulis juga sudah menghadirkan ahli untuk membuktikan bahwa dugaan telah terjadinya unsur melawan hukum adalah benar adanya. Ahlipun sudah datang ke Tamiang dan memeriksa isi dalam videotron yang disangkakan. 

Salah satu temuan yang menggelikan adalah dalam “perut? videotron ditemukan seperangkat laptop sebagai wahana alias mesin pemutar objek yang ditayangkan di layar videotron.

Jangan tertawa ya.. apalagi laptop tersebut kepanasan, lawbat bahkan raib digondol maling. Hebat sangat yang mendesain videotron di Tamiang ini. Apa memang demikian, atau hanya sekedar akal-akalan untuk meraih fulus dari proyek uang negara ini. Tidak penting ada manfaatnya bagi rakyat, asal bisa memuaskan dahaga birahi uang korupsi.


Lantas jangan dianggap bahwa 2 tahun kita akan lupa dengan nasib videotron ini. Publik pasti akan bertanya-tanya..ada apa dengan videotron ini? Mengapa hukum selalu tajam kebawah tapi tumpul ke atas? Iyalah..apalagi mendengar selentingan, ada terlibat kerabat dekat orang nomor satu di Aceh Tamiang saat ini. Katanya sih seorang AESEN dan juga ponakannya langsung.

 Apa gara-gara hal ini aparat penegak hukum “gentar” mengusut tuntas kasus ini. Semoga tidak ya. Kami rakyat mendukung penegakan hukum yang menjamin kemanfaatan, kepastian dan keadilan di Bumi Tamiang.

Kondisi sang videotron yang dibicarakanpun masih lebih banyak matinya, ketimbang hidupnya. Proyek uang negara hampir 1,2 milyar rupiah inipun, seakan tiada guna. Siang terjemur matahari, malam terkena embun. Lambat laun bakal jadi benda mati. Saksi bisu keserakahan dan ketamakan para pencoleng uang rakyat. Semoga di Aceh Tamiang tiada lagi kasus serupa. Cukup sudah.


Sebagai penutup, tiada salah jika kita berkenalan dengan sosok Jeremy Bentham. Seorang Sarjana Hukum yang telah belajar huruf pada saat balita dan belum pandai bicara. Umur 4 tahun, dia sudah belajar bahasa Yunani dan Latin. Pada umur 12 tahun, yakni tahun 1760  Bentham sudah kuliah di Oxford University, dan meraih gelar Sarjana Hukum diusia 15 tahun. Bentham dikenal sebagai penganut paham Positivisme Hukum. Ungkapannya yang terkenal yaitu "the greatest happiness of the greatest number". Mazhab hukum ala Bentham ini dinamakan Mazhab "utilitarianisme".