Thursday, February 18, 2016

Aroma Kemang Di Mutasi Pejabat Tamiang

Salah satu topik yang menggelitik Saya minggu ini adalah, terkait isu pergantian pejabat dijajaran elit birokrasi Aceh Tamiang. Isu ini, tidak hanya marak diperbincangkan di dunia "tak nyata" alias dunia maya, tetapi jadi bahan bisik-bisik  di warung kopi, termasuk pula lingkungan perkantoran pemerintah daerah.

Bukankah setiap pergantian atau rotasi pejabat di pemerintahan adalah hal yang biasa? Bagi sebagian orang memang biasa, tetapi bagi seseorang yang menapak karier sebagai birokrat,  pangkat dan jabatan adalah bukti, bahwa karirnya memang naik ke atas, bukan datar, atau malah turun ke bawah. Selain itu, semakin jabatan naik ke atas, maka semakin dekat dirinya dengan pemegang elit kekuasaan.

Beberapa dinas yang dianggap "basah" pun menjadi incaran para birokrat yang telah cukup pangkat dan syarat. Persaingan diantara mereka juga cukup ketat. Maklum jumlah kursi yang tersedia terbatas, sedangkan peminat, banyak yang antusias. Belum lagi ditambah birokrat yang duduk dikursi panjang dan ingin aktif kembali, tentu menambah "seru" isu mutasi pejabat, di kabinet eksekutif bumi Muda Sedia.

Jumat "Keramat"
Merujuk kebiasaan pergantian pejabat yang sudah-sudah, maka hari Jumat adalah hari "keramat" bagi birokrat Aceh Tamiang. Pada hari Jumat, biasanya diumumkan siapa saja pejabat yang bakal dilantik. Sehingga, hari Jumat-pun diistilahkan sebagai "Jumat Keramat".

Mengapa dipilih hari Jumat? Saya hanya bisa menduga-duga saja. Mungkin hari Jumat dipilih karena merupakan hari yang istimewa bagi umat Muslim. Karena dihari Jumat yang ada sholat Jumat-nya, di hari lain tidak. Atau dipilih hari Jumat, karena esoknya adalah hari Sabtu dan lusanya hari Minggu, sehingga bagi pejabat yang baru dilantik, bisa "refreshing" dan memikirkan langkah serta program kerja selama libur dua hari.

Siapa yang menentukan hari-H adalah hari Jumat? Tentu saja Bupati yang memutuskan, setelah mempertimbangan saran pendapat para pembantu-pembantunya. Jika Bupati memilih hari kerja yang lain, maka tak salah juga. Paling-paling istilah "Jumat Keramat" berganti dengan sebutan lain.

Aroma "Kemang"
Ini yang lebih menggelitik. Apa kaitan antara Kemang dan mutasi pejabat di Tamiang? Kemang disini adalah nama suatu daerah yang berada di Jakarta Selatan. Kawasan Kemang dikenal sebagai permukiman elit, bisnis dan tempat kongkow-kongkow plus hiburan malam. Konon, para pejabat yang hadir pada "pertemuan Kemang" guna memuluskan salah satu rencana investasi berupa industri di hulu Tamiang, maka dijamin aman tetap duduk di dinas terkait.

Mengapa bisa demikian? Investasi dari Kemang menuju Tamiang adalah pertaruhan antara dunia mimpi dan kenyataan. Mimpi untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah bagi geng Kemang dan Tamiang, serta mimpi memperkerjakan ribuan orang, adalah suatu pertaruhan yang harus tetap dilanjutkan permainannya. Jika permainan ini tiba-tiba terhenti tengah jalan, banyak pihak yang kecewa tentunya. Ini tidak baik bagi reputasi dan usaha untuk mempertahankan kekuasaan di Tamiang. 

Nah, guna menjamin keberlangsungan hubungan baik Kemang-Tamiang, para birokrat yang duduk sebagai kepala SKPK terkait, dan "kebetulan" juga ikut dalam pertemuan Kemang, "dijamin" aman dari mutasi jabatan. Mandatnya jelas, selain melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagaimana diatur dalam undang-undang, misi tambahan adalah "mengamankan" kepentingan Kemang-Tamiang.

Jika saja skenario pertemuan Kemang ini diketahui bisa menjamin pangkat dan jabatan,  pasti sudah beramai-ramai para pejabat Tamiang berangkat ke Kemang. Tetapi jika berangkatnya sekarang, sudah terlambat. Karena besok adalah hari Jumat. Hari "keramat" bagi birokrat Tamiang. Tapi, jika besok tak jadi mutasi? Makin bertambahlah jumlah pejabat Tamiang yang galau, apalagi ada yang sudah terlanjur memesan papan kembang (bunga) segala. Ada-ada saja. Ini Temieng punye cerite.



No comments:

Post a Comment