Tuesday, January 26, 2016

Politik GETEK Pilkada

Beragam tema terkait dunia perpolitikan menjadi bahan diskusi, gosip, guyon, bahkan cenderung fitnah, saat ngopi bareng dengan teman-teman, sore kemarin. Tema yang mencuat saat itu adalah seputar praktek "politik getek" dalam perebutan kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan, hingga bagi-bagi atau alokasi sumber daya alias politik dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).

Getek dalam hal ini dapat diartikan sebagai rakit. Sebuah moda transportasi, yang dijadikan sebagai wahana penyebrangan. Namanya saja alat penyebrangan,  jika telah sampai di tujuan, ya si getek ditinggalkan. Bukankah tempat getek memang di tepian sungai? Kan tak elok jika getek dipakai terus atau dibawa-bawa sepanjang jalan. Tentu menyusahkan.

Tetapi, getek tidak dapat bergerak sendiri. Getek memerlukan operator atau bahasa sederhananya tukang getek. Getek juga bukan tercipta begitu saja. Tentu ada juragan atau pemilik getek. Jika ada yang menggunakan jasa getek, tentu si pemakai akan membayar upah angkut kepada operator getek. Operator getek akan menyetor kepada pemilik getek. Pemilik getek juga memberi upah kepada operator getek.

Demikian juga dalam politik pemilihan kepala daerah. Partai politik pengusung bakal calon, bisa diibaratkan sebagai getek tadi. Partai politik adalah moda transportasi untuk mengantarkan bakal calon mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah. Apakah setiap bakal calon memerlukan getek berupa partai politik? Tentu tidak, karena bagi yang tak suka naik getek, silahkan menggunakan tenaga sendiri alias berenang. Yaitu, menggunakan tenaga untuk mengumpulkan dukungan dari rakyat, dan nyalon lewat jalur independen.

Sayonara Getek
"Pesan yang jelas akan menghasilkan tujuan akhir yang jelas". Demikian seorang teman ngopi menegaskan mengenai politik getek. Maksudnya? Sebelum penumpang naik ke getek, harus disampaikan secara jelas kemana tujuan akhir, berapa lama memakai getek, dan tentu saja ongkos naik getek. Jadi, jangan salahkan penumpang getek, jika sebelum getek bergerak tidak disampaikan secara jelas hal-hal seperti disebut di atas. Maka, begitu tiba diseberang akan terjadi "sayonara" alias "good bye" getek.

Kuncinya adalah komunikasi. Habermas, seorang filsuf dan sosiolog asal Jerman mengatakan "konsensus hanya dapat tercapai jika telah ada kesepahaman antar pihak. Kesepahaman tersebut akan menjadi legitim (valid) jika memenuhi syarat, yaitu: 1) Memakai bahasa yang sama dan secara konsisten mematuhi aturan-aturan logis dan semantis dari bahasa tersebut. 2). Kesamaan dalam memperoleh kesempatan dalam diskursus, yaitu setiap peserta memiliki maksud untuk mencapai konsensus yang tidak memihak dan memandang para peserta lainnya sebagai pribadi-pribadi otonom yang tulus, bertanggungjawab dan sejajar serta tidak menganggap mereka ini hanya objek belaka. 3). harus ada aturan-aturan yang dipatuhi secara umum yang mengamankan proses diskursus dari tekanan dan diskriminasi"

Apa yang diutarakan oleh Habermas di atas, jika disederhanakan dalam kaitan antara si penumpang dengan operator atau pemilik getek adalah: 1) bahasa yang sama, 2) posisi yang sejajar dan kesempatan yang sama, serta 3) ada aturan main untuk mengamankan proses poin 1 dan 2 berjalan dengan baik dan tanpa paksaan. Jika syarat tersebut terpenuhi, maka antara penumpang dan pemilik getek tidak akan dakwa-dakwi dikemudian hari begitu tiba di tujuan. Jika syarat tersebut tidak dipenuhi, dipastikan begitu si penumpang getek tiba di seberang, akan mengucapkan "Sayonara Getek".

Politik Getek Jilid II
Apakah pada pemilihan bupati dan wakil bupati aceh Tamiang nanti akan kembali terjadi siasat politik getek? Hal tersebut bisa saja terjadi. Karena politik perebutan kekuasaan penuh intrik dan siasat. Bahkan Peter Merkl mengatakan "politik dalam bentuk yang paling buruk, adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan kekayaan untuk kepentingan diri sendiri". 

Jadi, jika si penumpang getek melakukan praktek "kacang lupa kulitnya" atau "Sayonara Getek", seperti apa yang dikatakan Peter Merkl, yakni pada bagian akhir yaitu "kepentingan diri sendiri", maka itulah fakta bahwa politik dipraktekkan dalam bentuk yang paling buruk.

Bagaimana mensiasati politik getek? Agaknya pendapat teman ngopi yang ngakunya akan ikut berkompetisi dalam pemilihan bupati dan wakil bupati Aceh Tamiang 2017, yang mengatakan "Pesan yang jelas akan menghasilkan tujuan akhir yang jelas" ada benarnya. Sebelum naik getek, buat konsensus berdasarkan kesepahaman bersama, bukan berdasarkan perasaan masing-masing alias "baper".

Karang Baru, 26 Januari 2016




No comments:

Post a Comment