Monday, October 13, 2014

Menyoal Politeknik Aceh Tamiang

        Beberapa waktu lalu, diberitakan bahwa Rancangan Qanun (Raqan) Aceh Tamiang tentang Pendirian Politeknik Aceh Tamiang ditolak oleh Menteri Keuangan RI, karena melanggar aturan yang ada (http://aceh.tribunnews.com, Raqan Politeknik Tamiang Diitolak, Selasa, 14 Mei 2013).  Tentu masyarakat ada yang bertanya-tanya, apa pasal Menteri Keuangan sampai menolak Raqan tersebut? Bukankah pendirian politeknik di Aceh Tamiang merupakan kebutuhan daerah yang perlu didukung dan telah pula disediakan dana APBA sebesar Rp.  5 milyar plus  Rp. 31,5 miliar dana APBK untuk pembelian lahan seluas 22,2 hektar. 
Oleh karenanya, melalui tulisan ini dicoba untuk melihat kembali permasalahan tentang penolakan Raqan Politeknik Aceh Tamiang berdasarkan teori dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang tentu saja tidak bermaksud untuk mencari-cari kesalahan, apalagi bermaksud menggurui. Sehingga diharapkan akan menjawab pertanyaan "Mengapa Raqan Politeknik Aceh Tamiang Ditolak Pemerintah?"

Posisi Qanun dalam Hierarkhi Perundang-Undangan
Pembentukan Qanun sebagai bagian dari peraturan perundang-undangan di Indonesia, tidak lepas dari ketentuan yang mengatur tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini adalah UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, qanun (peraturan daerah) menempati hierarki terbawah didalam hierarki Peraturan Perudang-Undangan di Indonesia. Hierarki tersebut adalah:
1. Undang-Undang Dasar tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah Provinsi; dan
6. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. 
Kekuatan hukum Peraturan Perundang-Undangan berlaku sesuai dengan hierarki tersebut. Adapun yang dimaksud hierarki adalah penjejangan setiap jenis peraturan perudang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perudang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perudang-undangan yang lebih tinggi.
Materi muatan qanun adalah berisikan materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perudang-undangan yang lebih tinggi. 
Penjenjangan tata urutan perundang-undangan tersebut di atas merupakan buah pikir dari pendapat ahli yang bernama Hans Kelsen.  Ia mengemukakan teori  hierarkhi norma hukum (Stufenbau Theory-Stufenbau des Recht), dimana teori Stufenbau berpendapat bahwa suatu sistem hukum itu merupakan suatu hierarki, dimana suatu ketentuan hukum tertentu bersumber pada ketentuan yang lebih tinggi. 
Berdasarkan  UU No. 12 Tahun 2011 tersebut di atas, maka sudah sepantasnya materi dalam Raqan Politeknik Aceh Tamiang, bersumber dan  berdasar kepada aturan perundang-undangan yang lebih tinggi, atau dengan kata lain tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya yakni undang-undang  yang mengatur mengenai pendidikan tinggi di Indonesia atau yang mengatur tentang pengelolaan keuangan negara/daerah.

UU Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi di Indonesia diatur dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam Pasal 1 angka 7 disebutkan: Perguruan Tinggi Negeri selanjutnya disingkat PTN adalah Perguruan Tinggi yang didirikan dan/atau diselenggarakan oleh Pemerintah.  Pemerintah disini maksudnya adalah Pemerintah Pusat sebagai mana diatur dalam Pasal 1 angka 19 UU No. 12 Tahun 20012 yakni Presiden Republik Indonesia. 
Bentuk perguruan tinggi sebagaimana diatur Pasal 59 ayat (1)  UU No. 12 Tahun 2012 terdiri dari:
1. Universitas;
2. Institut;
3. Sekolah tinggi;
4. Politeknik;
5. Akademi; dan
6. Akademi komunitas.
Pasal 60 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2012 menyebutkan: PTN didirikan oleh Pemerintah. Oleh karenanya, merujuk ketentuan pasal tersebut, dasar pendirian perguruan tinggi negeri diseluruh Indonesia sejak diberlakukannnya UU No. 12 tahun 2012 ditetapkan melalui Peraturan Presiden. Contoh di Aceh adalah pendirian Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Gajah Putih Takengon, dimana pendiriannya melalui Peraturan Presiden No. 50 Tahun 2012 tentang Pendirian Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Gajah Putih Takengon, Aceh Tengah, Aceh. 
Konsekwensi Pemerintah sebagai penyelenggara Perguruan Tinggi Negeri adalah dalam hal alokasi anggaran melalui mekanisme APBN. Apabila sebelum terbitnya Perpres penyelenggaraan dan pengelolaan Perguruan Tinggi dilakukan secara swadaya dan bantuan/hibah, maka setelah beralih statusnya menjadi PTN, maka penganggarannya menjadi tanggung jawab Pemerintah dan mengikuti mekanisme pengelolaan keuangan negara.
 
Belajar dari Kota Banda Aceh
Pendirian Politeknik oleh Pemerintah Daerah dalam Provinsi Aceh mengingatkan Penulis kepada proses pendirian Politeknik Aceh oleh Pemerintah Kota Banda Aceh. Politeknik Aceh ini awalnya didirikan melalui kerjasama Pemerintah Kota Banda Aceh pada tahun 2008 dengan BRR NAD-Nias, PT Chevron Pasifik Indonesia, USAID dan Dirjen Perguruan Tinggi. Kemudian, Pemerintah Kota Banda Aceh menerbitkan Qanun Kota Banda Aceh Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pembentukan Yayasan Politeknik Aceh, dimana Pemerintah Kota Banda Aceh membentuk Yayasan Politeknik Aceh sebagai badan hukum yang menyelenggarakan dan mengelola Politeknik Aceh.
Secara sederhana dapat dipahami, berdasarkan Qanun Kota Banda Aceh tersebut, Yayasan Politeknik Aceh sebagai penyelenggara dan pengelola Politeknik Aceh adalah milik Pemerintah Kota Banda Aceh.  Organ tertinggi dalam yayasan, yakni Pembina Yayasan, ditunjuk oleh Walikota Banda Aceh.
Perbedaan dengan Raqan Politeknik  Aceh Tamiang adalah bahwa Raqan tersebut bertujuan untuk membentuk Politeknik Aceh Tamiang yang penyelenggara dan pengelola Politeknik Aceh Tamiang adalah Yayasan Pilar Tamiang.  Sedangkan Qanun Kota Banda Aceh Nomor 2 Tahun 2009 mengenai pendirian Yayasan Politeknik Aceh yang kegiatan utamanya menyelenggarakan dan mengelola Politeknik Aceh.
Perbedaan lain adalah, jika Yayasan Politeknik Aceh didirikan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh dan ditegaskan juga sebagai Pemilik Yayasan, maka dalam Raqan Politeknik Aceh Tamiang, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang sebagai pendiri Politeknik dan menunjuk Yayasan Pilar Tamiang sebagai penyelenggara dan pengelola. 
Mengapa Pemerintah Kota Banda Aceh mendirikan Yayasan Politeknik Aceh melalui Qanun Kota Banda Aceh Nomor 2 Tahun 2009? Hal ini tentunya berkolerasi dengan alokasi dan mekanisme pengelolaan keuangan daerah. Sebagai Pendiri dan Pemilik dari Yayasan Politeknik Aceh, maka Pemerintah Kota Banda Aceh menjamin kelangsungan dukungan anggaran melalui APB Kota Banda Aceh untuk kelangsungan operasional Politeknik Aceh.
Qanun Kota Banda Aceh Nomor 2 Tahun 2009 tidak serta merta menjadikan Politeknik Aceh statusnya menjadi sebuah PTN. Karena pendirian PTN dilakukan melalui Perpres. Politeknik Aceh berstatus sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS).  Hal ini sesuai dengan Pasal 60 ayat (2)  dan ayat (3) UU No. 12 Tahun 2012, yakni PTS dapat didirikan oleh orang (termasuk badan hukum privat atau publik) dengan membentuk badan penyelenggara berbadan hukum (yayasan, perkumpulan dan bentuk lain yang berprinsip nirlaba) dan wajib memperoleh izin Menteri. Jika badan hukumnya adalah yayasan, maka tunduk pula pada ketentuan UU No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. UU No. 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan UU No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.
Lantas bagaimana dengan penunjukan Yayasan Pilar Tamiang yang didalam Raqan Politeknik Aceh Tamiang ditunjuk sebagai penyelenggara dan pengelola Politeknik Aceh Tamiang? 
Menjawab hal ini pertama sekali harus dilihat siapa saja  yang duduk didalam organ yayasan ini, yakni Pembina, Pengurus dan Pengawas. Kedua adalah mengenai hubungan hukum antara yayasan dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang selaku pemilik dari Politeknik Aceh Tamiang. Jika yayasan tersebut bukan milik Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang, maka patut dipertanyakan dasar hukum apa yang menjadi alas hak yayasan tersebut dalam bertindak untuk menyelenggarakan dan mengelola Politeknik Aceh Tamiang? dan pertanyaan selanjutnya adalah mengapa harus yayasan  tersebut yang dipilih? Mekanisme apa yang telah ditempuh sehingga pilihannya jatuh kepada yayasan tersebut?
Kedua hal tersebut di atas erat kaitannya dengan alokasi dan pengelolaan anggaran dalam APBK Aceh Tamiang yang ditujukan untuk mendukung penyelenggaran Politeknik Aceh Tamiang nantinya.

Penutup
Pendirian Politeknik Aceh Tamiang melalui qanun adalah dimungkinkan sepanjang memenuhi ketentuan dalam Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, yakni dengan membentuk badan hukum penyelenggara Politeknik Aceh Tamiang.  Jika Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang berencana Politeknik Aceh Tamiang nantinya akan menjadi sebuah Politeknik Negeri, maka sudah tentu memperjuangkan terbitnya Perpres adalah langkah selanjutnya.
Lantas bagaimana dengan Raqan yang telah ada? Sudah pasti revisi Raqan diperlukan agar disesuaikan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Penunjukan Yayasan Pilar Tamiang sebagai penyelenggara dan pengelola Politeknik Aceh Tamiang mesti ditinjau ulang, dan tidak ada salahnya Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang membentuk badan penyelenggara Politeknik yang berbadan hukum yayasan, perkumpulan dan bentuk lain yang berprinsip nirlaba dan merupakan milik Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang, ditujukan khusus untuk menyelenggarakan dan mengelola Politeknik Aceh Tamiang sesuai UU No 12 Tahun 2012.
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang saat ini yang menjalin kerja sama dengan IPB Bogor untuk menyelenggarakan Pendidikan Diluar Domisili setara Diploma-2, dengan memanfaatkan fasilitas yang telah ada didalam areal Politeknik Aceh Tamiang adalah hal yang tepat sebagai cikal bakal Politeknik Aceh Tamiang nantinya.
Kadangkala niat yang baik saja tidak cukup untuk membenarkan atas tindakan yang telah dilakukan. Sudah saatnya niat yang baik, juga diwujudkan dengan tindakan yang baik pula. Mari kita belajar dari kesalahan dimasa lalu untuk membiasakan kebenaran, bukan membenarkan kebiasaan. Semoga hadirnya Politeknik Aceh Tamiang nanti akan membawa berkah dan menghasilkan generasi Aceh Tamiang yang cendikia, jujur serta berbakti kepada daerahnya.


Karang Baru, Akhir September 2014

No comments:

Post a Comment